Wednesday, August 03, 2011

I Left My Heart in Boston Part 1

Whole Foods Market, 15 Westland Ave, Boston.

Dizar dan Rilo mampir ke supermarket untuk membeli kebutuhannya selama tinggal di Boston. Keduanya tak henti-hentinya mengomentari dosen manajemen komunikasi yang gaya berbicaranya mirip Hommer Simpson. Tak sadar, mereka tertawa agak keras sehingga cukup membuat kaget seisi supermarket yang lumayan sepi pada siang itu.

Mendengar ada keributan di lorong sebelah dan memakai bahasa Indonesia pula, seorang gadis yang tengah membeli es krim, biskuit dan cereal ini tertarik untuk mengintipnya. Sependengarannya tadi, orang-orang di lorong sebelah menyebut kata “Kocak, Jadul, Botak dan Garing.” Itu adalah kata-kata gaul yang sering di gunakan di Indonesia. Kali-kali aja yang ngomong orang Indonesia juga’, pikirnya. Maka dihampirinya ke lorong sebelah. Ternyata benar dugaannya. Ada dua orang lelaki, yang satu badannya tinggi, tegap, dan rambutnya cepak sedangkan yang satunya tidak terlalu tinggi, memakai kacamata dan kulitnya agak putih seperti keturunan Asia-Amerika.

Dengan pedenya gadis ini menghampiri dua sahabat sambil senyum sumringah.

“Hai. Indonesian?” Tanyanya ramah tapi sedikit takut-takut. Karena cowok yang memakai kacamata ini nggak kaya orang Indonesia. Spontan cowok-cowok yang sedang asik ketawa ini kaget. Dizar, cowok berkulit agak gelap menjawab lebih dulu,

Lo siapa?” Dizar balik nanya dengan nada datar. Tidak suka ada seseorang yang menginterupsinya.

Gadis itu mengulurkan tangannya dan berucap ramah,

Kenalin, aku Almira Yuzki Sathyana. Dizar dan Rilo saling bertatapan penuh tanda tanya. Nggak nyangka gadis di depannya cukup ‘ramah’. Kini giliran Rilo maju duluan sambil menjabat tangan Almi.

Gue Darilo Aston. Ini temen gue, Dizar.” Almi agak kaget ngeliat Rilo yang fasih berbahasa Indonesia. Dikiranya, Rilo orang Amerika beneran.

“Seneng banget ketemu orang Indonesia disini! Mau ngobrol-ngobrol dulu nggak? Di depan aja yuk.” Maksudnya kata ‘di depan aja’ itu merujuk kepada ‘teras’nya Whole Foods Market yang dipenuhi berbagai macam stand-stand makanan dan minuman. Tanpa persetujuan Dizar, Rilo mengiyakan. Padahal abis belanja ini, mereka niatnya mau ngerjain tugas di apartemen Dizar.

So, kalian sekolah atau kuliah?” Almi membuka pembicaraan sambil memakan eskrim.

Kuliah.Jawab Dizar Singkat.

“Kita berdua satu jurusan, di Boston Uni.” Jelas Rilo yang agak lebih ramah dari Dizar.

“Kalo Almi kesini ngapain?” tanyanya lagi.

Aku ikutan summer undergraduate exchange student. Hadiah dari Ayah karena nilai-nilai semester ini lumayan bagus. Di Jakarta kan lagi libur semester dua bulan. Jadi untuk ngisi liburan mending aku kesini aja.” Ucap Almi cerdas. Cerdas show off-nya, menurut Dizar.

“Oh iya, kalian tinggal di mana? Aku tinggal di Avalon Prudential. Setiap hari sampe Kamis ada kelas di Boston Architectural College sampe siang. Abis itu nggak tau lagi mau kemana. Kalo kalian ada waktu luang, ajak-ajak keliling Boston dong! Orang tuaku di sini kerja setiap hari, jadi nggak bisa diajakin pergi.” Tuturnya panjang lebar. Dizar merasa gadis di depannya ini sangat talkative, cukup menarik tetapi dirinya sama sekali tidak tertarik. Sedangkan Rilo, entah kenapa betah banget ngeliatin mata gadis ini. Sedikit sipit, lucu kalo ketawa ada lesung pipitnya.

“Wah! Sama kaya Dizar dong. Gue tinggal di Mission Hill. Hmm… boleh tuh. Kapan-kapan kita jalan bertiga ya. Welcome to Boston, Almi!” Ucap Rilo semangat. Di satu sisi, Dizar tidak bergitu tertarik dengan perempuan yang suka mendominasi. Apalagi baru kenal tadi. Tapi di sisi lain, Dizar senang karena sahabatnya, Rilo, menjadi lebih bersemangat setelah hopeless cintanya ditolak oleh Kelly, cewek eksis di kampusnya.

“Ril, cabut yuk. Jadi ngerjain tugas kan?” Dizar bangkit dari tempat duduknya dan bergegas diikuti Rilo keluar dari teras Whole Foods Market.

“Lho, pada mau kemana?” Almi tiba-tiba mengikuti Dizar dan Rilo dari belakang.

“Besok ada kuis, Al. Kita mau belajar bareng di apartemen Dizar. Duluan ya.” Tutur Rilo sambil melempar senyum kepada Almi. Gadis ini nampaknya sangat kegirangan ketemu Dizar dan Rilo. Keliatannya intelek, pinter, baik, ganteng pula.

“Dizar!” Almi yang sedari tadi masih berdiri di depan Whole Foods Market berlari kecil menghampiri kedua pemuda yang bersiap mengayuh sepedanya.

“Mmm… boleh minta nomor telponnya? Siapa tau nanti kita bertiga bisa jalan-jalan.” Almi menyerahkan handphonenya kepada Dizar.

“Nomor Rilo aja ya. Handphone gue lagi rusak. Nih Ril, masukin nomor lo.” Ucap Dizar dengan seenaknya menyerahkan handphone Almi kepada Rilo.

“Oohh… gitu ya, ok. Nggak apa-apa nomor Rilo aja.” Jawabnya datar. Kesan pertama yang Almi tangkap selama ia bertemu dengan Dizar, pendiam, tegas, jutek, dingin, kaku. Huh! Semoga itu hanya perasaan Almi saja. Jarang-jarang ia ketemu cowok tipe begini, biasanya cowok-cowok yang kenal dengannya selalu baik, perhatian dan lembut. Rilo mengembalikan handphone Almi. Tak lama kedua orang itu sudah hilang dibalik tikungan.

***

No comments:

Post a Comment

thank you for your comment :)