Friday, August 05, 2011

I Left My Heart in Boston Part 10

Almi berlari mengejar Dizar menuju Taman Titus Sparrow yang terletak satu blok dari Prudential Centre dan lumayan sepi karena terhalangi oleh pepohonan dan rumah-rumah penduduk. Ia tidak mengerti kenapa Dizar mengajaknya kesini. Banyak sekali pertanyaan berkecamuk di hatinya. Antara senang dan was-was.

Di taman, Dizar dengan santainya mendribble bola basket dan melakukan three point dengan satu tangan. Tampaknya Dizar sangat suka bermain basket.

“Dizar… Kamu… ngapain ngajak aku kesini? Cape tau jalannya…” Tutur Almi dalam napasnya yang setengah-setengah.

“Gue mau ngomong sama lo, Al.” Ujarnya sambil tetap mendribble basket.

“Kenapa? Kamu berubah pikiran?” Tanya Almi penasaran. Semoga jawabannya iya. Dizar menggeleng mantap. Ia menghempaskan bola basket ke tanah.

“Gue mau ngomongin Rilo. Belakangan ini dia jadi sering ngelamun dan gak bersemangat kuliah. Gue kasian sama dia.” Dizar cerita terus terang tentang kelakuan Rilo selama di kampus.

“Rilo sayang sama lo Al. Kalo dia nggak sayang, nggak mungkin dia mau nemenin lo jalan-jalan ke akuarium sama nonton-nonton teater. Apalagi nemenin lo beli oleh-oleh sampe bawain barang belanjaan lo segala. Asal lo tau, Rilo paling nggak mau dimintain tolong bawain barang yang bukan punyanya sendiri. Dia juga paling males naik T. Gue aja kalo jalan sama dia, selalu naik mobilnya. Tapi disini dia berusaha untuk baik sama dan rendah hati sama lo Al. kalo Rilo nggak sayang lo, nggak mungkin dia bisa kalap marah-marah sama lo di depan Bondan. Dia hanya takut lo kenapa-napa. Selama gue temenan sama dia, sama sekali gue nggak pernah ngeliat dia sedesperate ini sama cewek.” Dizar menjelaskan panjang lebar dengan sungguh-sungguh. Dalam hati Almi menyesal karena menganggap Rilo dengan sebelah mata.

Lagi-lagi Almi menangis. Nampaknya ini akan menjadi salah satu kegemarannya di Boston. Refleks, Almi menghambur ke dalam pelukan Dizar.

“Hiks hiks… Aku sama sekali nggak tau kalau Rilo sampe segitunya… Hiks hiks… Aku…udah salah menilai Rilo… hiks…” Almi berbicara masih dalam tangisnya. Untuk kali ini sepertinya Dizar harus rela badannya dipinjam untuk menjadi sandaran Almi.

“Tapi aku belum bisa suka sama Rilo, seperti aku suka sama Dizar.” Almi masih sedikit terisak.

“Dizar… beneran kita nggak bisa pacaran? At least, jalan denganku selama aku tinggal disini.” Bujuk Almi dengan manjanya. Ia merutuk dirinya dalam hati, ‘Sial banget nasib gue ketemu spoiled princess lagi.’

“Zar, terima aja permintaan Almi. Elo kan temen gue. Bukannya lo pernah bilang, temen harus rela berkorban untuk temennya sendiri?” Rilo muncul dari balik pohon di belakang lapangan basket. Terkejut, Almi buru-buru melepaskan pelukannya dari Dizar.

“Ril, please lo jangan salah paham… ini nggak seperti yang lo kira. Ke apartemen gue sekarang, gue jelasin semuanya.” Dizar mendadak canggung menghadapi sahabatnya. Tapi di luar dugaannya, Rilo malah tersenyum manis¾tapi sinis, yang dipaksakan kearah mereka.

“Tenang aja Al, Zar… I’m okay. Have fun guys.” Tanpa mau mendengar penjelasan Dizar, Rilo sudah memacu Ford Fusionnya jauh-jauh. Dizar merasa menjadi totally bastard. Niatnya semula ingin menjadikan Rilo dan Almi sebagai sepasang kekasih, tetapi malah berakhir seperti ini.

***

Dua minggu kemudian.

Rilo benar-benar menjaga jaraknya dengan Dizar. Biasanya mereka selalu satu deret tempat duduk tapi kini Rilo memilih duduk paling belakang. Biasanya mereka selalu main bareng, entah itu di sekitar kampus atau di Jillian’s tapi kini Rilo memilih untuk pulang lebih dulu. Biasanya Rilo mengerjakan tugas bersama Dizar di perpustakaan kampus, tapi sekarang tugas itu sama sekali tidak disentuhnya. Bener-bener the power of broken heart.

Dizar menyerahkan amplop berwarna coklat besar kepada Rilo. “Dari Almi nih. Dia minta tolong gue kasih ke elo. Sorry ya baru ngasih sekarang, harusnya gue ngasih minggu lalu pas Almi udah balik ke Jakarta. Tapi gue nunggu lo stabil dulu. Gue tinggal ya.” Dizar pergi meninggalkan Rilo yang menerima tanpa kata-kata. Dirinya mulai sibuk membuka amplop coklat dan menebak-nebak apa isinya. Ternyata beberapa foto mereka sewaktu jalan-jalan di New England Aquarium dan makan siang di Sel de la Terre. Oh, dan ada sepucuk surat di dalamnya.

Dear Rilo,

Sebelumnya aku minta maaf banget kalo aku nggak ngabarin kamu pas balik ke Jakarta, aku tau kamu masih marah banget sama aku dan Dizar. Tapi sebenernya, kami sama sekali nggak jadian. Kamu salah paham. Aku meluk Dizar karena aku sediiiiihh dan kecewaaaaa banget ternyata bukan dia yang perhatian sama aku, tapi kamu. Aku baru aja sadar belakangan ini kamu ternyata aku juga sayang kamu. Nggak, ini bukan bentuk dari pelarian kok. Semoga Rilo mau maafin Almi yang telat sadarnya ini yah.

Rilo jangan murung terus dong… inget loh harus rajin belajarnya. Katanya mau cepet-cepet jadi direktur seperti Papa. Almi selalu doain supaya Rilo cepet lulusnya. Oh iya, Almi nggak mau tau, pokoknya Rilo harus nepatin janji Rilo waktu kita makan di Sel de la Terre. Inget kan? Almi tunggu sesegera mungkin ya. Yang namanya janji harus ditepatin loh.

Love J

Almira.

Nggak lama setelah baca surat dari Almi, Rilo buru-buru nyusul Dizar ke Uburger. Semangatnya muncul kembali setelah hilang beberapa saat. Surat dari Almi memang benar-benar mood booster.

***

No comments:

Post a Comment

thank you for your comment :)